Oleh. L. Helmi Sulaiman Haris
Jika memang sejarah berdiri
koperasi berawal dari pristiwa Rochdale di Inggris dan kemudian di negara kita
Indonesia juga semenjak pendirian pasar rakyat di Purwokerto, maka masa kini
berarti koperasi sudah lepas jati dirinya. Kenapa tidak? Dengan diterbitkannya Surat
Edaran bernomor 102/M.KUKM/IX/2012 tertanggal 21 September 2012 dan Undang-undang
No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian seolah membuang jati diri koperasi
tanpa harus menoleh ke belakang (sejarah.pen). Melihat sejarah dan
menghargai bagaimana koperasi terbentuk sudah tidak memiliki harga sama sekali
saat ini. Tahun 2012 yang di inisisi sebagai tahun koperasi oleh Perserikatan
Bangsa-bangsa (PBB) menjadi benalu bagi Indonesia yang "katanya"
menjunjung demokratisasi kerakyatan, terutama dalam prinsip-prinsip yang
tertera pada koperasi.
Merujuk surat edaran Menteri Negara
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia tentang bolehnya
Perseroan Terbatas[1]
sebagai Unit Usaha Koperasi membangun paradigma bahwa koperasi sudah lepas jati
dirinya. Logika koperasi apa yang bisa diterima oleh pernyataan dalam edaran
ini? Jelas saja, walaupun melalui persetujuan Rapat Anggota, langkah ini
memberi celah kapitalis masuk dan menggerogoti pondasi-pondasi koperasi
yang memiliki tujuan kesejahteraan bersama oleh anggotanya dan nilai menolong
dan bertanggung jawab terhadap diri sendiri. Lalu bagaimana sebenarnya negara
berpikir terhadap koperasi yang membangun ekonomi rakyat, atau malah
menjadikan rakyat menjadi semakin terpuruk dengan sistem ini. Bayangkan saja
dengan terbentuknya PT sebagai unit usaha koperasi akan membentuk pola pikir profit
oriented koperasi yang lebih berpikir akan keuntungan-keuntungan belaka
tanpa melihat asas kebermanfaatan (benefit oriented) kekeluargaan dalam
berkoperasi.
Terlebih lagi dengan Sidang
Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang mengesahkan akan UU terbaru tentang
Perkoperasian yang saya sebut "Perubahan 'tak Berlogika". Pembaharuan
UU ini dilihat dengan menimbang ketidaksesuaian UU No. 25 Tahun 1992 dengan
kebutuhan hukum dan perkembangan perkoperasian. Lucu! Padahal perkembangan
koperasi seperti apa yang meruntut kepada perkembangan koperasi berdasarkan UU terbaru
ini? Koperasi Kapitaliskah? Kemudian kebutuhan hukum apa yang diinginkan?
Kebutuhan hukum otoriterkah? inilah yang sangat tidak dipahami kenapa UU
tentang perkoperasian ini harus dibentuk.
Dalam UU No. 17 Tahun 2012 ini beberapa
yang berubah dan tanpa landasan yang jelas berakibat kepada sistematisasi
kepengurusan koperasi yang amburadul dan tidak berjati diri koperasi.
Seperti contoh, Pengurus yang dipilih dari Anggota dan Non-Anggota dalam masa
waktu yang tidak ditentukan[2],
sangat bertentangan dengan UU sebelumnya yang membatasi kepengurusan maksimal 5
(lima) tahun dalam 1 (satu) periode[3].
Selain itu posisi Pengurus dihadapan Pengawas berubah, Pengurus dan Pengawas
yang dipilih dari dan oleh Anggota[4]
yang setara dihaddapan Rapat Anggota melainkan merubah posisi kesetaraan Pengawas
yang mengusulkan keberadaan posisi Pengurus[5].
Lain dari itu, koperasi yang dikenal
selama ini dengan simpanan-simpanannya, "sim-salabim!" berubah
seketika dengan penyertaan Setoran Pokok dan Sertifikat Modal Koperasi sebagai modal[6].
Tidak ada insial Simpanan Pokok, Pimpanan Wajib, dan Simpanan Sukarela lagi
seperti yang terdapat pada UU sebelumnya[7].
Simpanan Pokok juga berubah dengan keberadaan Setoran Pokok yang statusnya juga
seperti iuran karena tidak bisa dikembalikan[8].
Kewajiban anggota untuk membeli sertifikat modal koperasi yang nilainya
ditentukan oleh Koperasi[9]
juga sangatlah jauh dari jati diri koperasi dari simpanan-simpanan yang sudah
ada sebelumnya. Peralihan simpanan anggota menjad penyertaan pada sertifikat
modal koperasi bisa dilakukan dengan perubahan hak milik sertifikat itu. Jelas
saja lucu dan terlalu kapitalis berpikir dengan menilik konsep koperasi melalui
sistem sertifikat modal koperasi yang tidak jauh berbeda dengan sistem saham.
Nah, kemudian dari sini patutulah kita berpikir bahwa
kemana larinya jati diri koperasi "Indonesia" kita ini sebenarnya?
Melihat koperasi menjadi salah satu tonggak perekonomian rakyat indonesia
sebagaimana ungkapan pepatah Saka Guru Perekonomian, sungguh naif sekali
dimanfaatkan oleh sosok kapitalis yang masih malu-malu berselubung dibalik
kulit koperasi indonesia. Atau lebih tepatnya jati diri koperasi kita ini
tengah dalam masa penggrogotan dari pasaknya sampai satu saat nanti pasak itu
akan rapuh dan kemudian roboh menimpa hasil-hasil kapitalis yang dibentuk saat
ini. Maka tunggulah dimana koperasi kita hanya tinggal kulit semata saja,
"Bubarlah" Koperasiku!
[1] Setiap Koperasi yang memiliki aset
lebih besar dari Rp. 5.000.000.000,- (Lima Milyar Rupiah) apabila
diperlukan untuk meningkatkan jenis usaha lainnya, koperasi tersebut dapat
melakukan diverifikasi usaha dengan membentuk unit usaha lain dalam Perseroan
Terbatas (PT), dengan terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Rapat Anggota
Tahunan (RAT) dan hasil usahanya harus dipertanggung jawabkan dalam RAT
Koperasi yang bersangkutan.
[3] Bertentangan dengan Pasal `29 Ayat (1) dan (4)
UUD No. 25 Tahun 1992 dalam hal menentukan posisi pengurus
0 Komentar untuk ""BUBARLAH" KOPERASIKU"
Terima Kasih Sudah Berkunjung Di Official Website Himpunan Koperasi Mahasiswa Yogyakarta (HKMY) KopmaJogja.com. Kritik dan Saran Kami Harapkan Demi Kemajuan Dan Sempurnanya Website Kami Ini. Selamat Beraktivitas.